Saat aku kewalahan dengan penuhnya beberapa Lubang Resapan Biopori (LRB) oleh sampah dapurku, aku membuka-buka lagi situs-situs web tentang mengolah sampah yang sempat kusimpan di bookmark yahoo websiteku. Kutemukan manual TAKAKURA . Petunjuk di file ini betul-betul jelas, sehingga mudah diikuti.
Singkatnya, keranjang Takakura adalah alat yang diciptakan oleh seorang berkebangsaan Jepang bernama Koji Takakura untuk mengkompos sampah organik skala rumah tangga. Proses pengomposan dengan keranjang Takakura tidak menimbulkan bau, tidak mengeluarkan air lindi yang mengotori daerah di sekitar keranjang. Karena bersih dan tidak berbau, keranjang Takakura dapat diletakkan di dalam rumah.
Keranjang Takakura terdiri atas beberapa bagian, yaitu keranjang bertutup (bisa menggunakan laundry box), kardus bekas mi instan atau air minum dalam kemasan, bantalan sekam, kain penutup dan starter kompos yang terdiri atas campuran kompos jadi, sekam dan serutan kayu.
Starter kompos diisikan ke dalam kardus, yang sudah diberi lubang-lubang untuk sirkulasi udara, setinggi 2/3 tinggi kardus. Pada dasar keranjang diletakkan bantalan sekam untuk mencegah lalat masuk dan bertelur di dalamnya. Kemudian di atasnya diletakkan kardus berisi starter kompos. Di atas starter kompos diletakkan lagi bantalan sekam. Lalu ditutup selembar kain, baru kemudian keranjang ditutup. Keranjang diletakkan di atas batu-bata untuk sirkulasi udara di bawah keranjang.
Pengomposan di dalam keranjang ini terjadi secara aerob, karena itu harus ada sirkulasi udara segar. Sampah dapur dimasukkan ke dalam kardus dan diaduk menjadi satu dengan starter. Yang menjadi penanda bahwa pengomposan terjadi adalah hangatnya campuran sampah dan starter. Campuran ini harus mengandung 30% air, jadi tidak boleh terlalu kering, tidak boleh terlalu basah.
Proses pengomposan berlangsung cepat. Jadi meskipun ruang yang tersedia hanya 1/3 kardus, ruangan ini baru akan penuh setelah 3 bulan dengan pengisian sampah dapur 1 kg perhari.
Saat ini, aku membuang sampah dapur yang agak keras, seperti bonggol jagung, bonggol sisir pisang dan tulang ikan ke LRB. Sedangkan sampah dapur lainya, setelah dipotong kecil-kecil (kebiasaan memotong sampah dapur menjadi kecil-kecil sudah kulakukan selama 1,5 tahun ini agar sampah mudah dimasukkan ke dalam LRB), kumasukkan ke dalam keranjang Takakura.
Keranjang Takakuraku sudah berumur 1 minggu. Selama ini, setiap hari aku memeriksa kehangatannya dan kelembabannya, kondisinya baik terus. Mudah-mudahan proyekku kali ini berhasil.
dibangun sebagai wujud kepedulian terhadap kondisi Ibu Bumi. Karena itu bukan disebut warung merah, meski berwarna merah. Warna merah merujuk pada kondisi Ibu Bumi yang nilainya merah karena sakitnya yang parah, demam tinggi, keracunan, dehidrasi dengan luka di sekujur tubuhnya.
Selasa, 01 September 2009
Lubang Resapan Bioporiku setelah 1,5 tahun
Beberapa bulan terakhir, aku kesulitan membuang sampah dapur. Sejumlah Lubang Resapan Biopori (LRB) yang kubuat 1,5 tahun yang lalu di halaman depan pagar sepertinya sudah penuh, tidak dapat diisi lagi. Permukaannya keras, bahkan beberapa LRB telah ditutup dengan tanah karena kupikir tidak bisa memuat sampah lagi.
Sempat beberapa kali aku membuat LRB baru di halaman sebelah dalam pagar. LRB itulah yang terus kuisi selama bulan-bulan terakhir ini. Tapi lama kelamaan penuh juga, dan bila kutambah sampah lagi, aku harus mengaduknya dengan sampah lama, supaya tidak dikorek oleh tikus. Akibatnya, bau sampah lama akan keluar dan perlu waktu beberapa jam untuk menghilangkan baunya.
Sekitar 3 minggu yang lalu, iseng-iseng, aku mengisi salah satu LRB (bekas LRB, tepatnya) di depan pagar dengan air. Air yang kuisi sama sekali tidak menggenang, tapi terus merembes ke dalam dengan mudah. Agak terkejut juga rasanya! Berarti di bawah lapisan keras itu ada rongga! Cukup banyak air yang kumasukkan ke bekas LRB itu. Kemudian aku menusuk lapisan di bagian atas LRB yang sudah tidak terlalu keras lagi.....dan.....bluuusss.... LRB itu menganga lagi.
Hal yang sama kuulangi pada LRB-LRB lain yang telah kubuat 1,5 tahun yang lalu. Hasilnya aku menemukan 7 lubang biopori yang bisa diisi sampah dapur lagi. Kedalamannya sama seperti 1,5 tahun yang lalu! Jadi sampah yang kumasukkan tahun lalu, saat ini telah menyusut.
Kupikir....
Sampah yang dimasukkan ke dalam LRB akan membusuk dan menyusut seiring dengan berjalannya waktu. LRB bukan mesin pembuat kompos, jadi tidak perlu memanen kompos setelah beberapa waktu. Sampah di dalam LRB akan menjadi makanan organisme di dalam tanah dan aktivitas organisme di dalam tanah akan membuat tanah di sekitarnya menjadi subur.
Kupikir....
betul, LRB bisa digunakan untuk mencegah banjir. Bila terus diisi sampah, yang merupakan makanan organisme dalam tanah, organisme dalam tanah akan aktif membuat lubang-lubang halus (biopori) di dalam tanah. Biopori inilah yang menyerap air yang masuk melalui LRB. Kalau aku bisa mengisi lubang biopori dengan air begitu banyak, tentunya air hujan juga akan diserap sama banyaknya. Seandainya setiap rumah di Jakarta ada 4 LRB saja, tentunya musim hujan tidak akan menimbulkan banjir.
Sempat beberapa kali aku membuat LRB baru di halaman sebelah dalam pagar. LRB itulah yang terus kuisi selama bulan-bulan terakhir ini. Tapi lama kelamaan penuh juga, dan bila kutambah sampah lagi, aku harus mengaduknya dengan sampah lama, supaya tidak dikorek oleh tikus. Akibatnya, bau sampah lama akan keluar dan perlu waktu beberapa jam untuk menghilangkan baunya.
Sekitar 3 minggu yang lalu, iseng-iseng, aku mengisi salah satu LRB (bekas LRB, tepatnya) di depan pagar dengan air. Air yang kuisi sama sekali tidak menggenang, tapi terus merembes ke dalam dengan mudah. Agak terkejut juga rasanya! Berarti di bawah lapisan keras itu ada rongga! Cukup banyak air yang kumasukkan ke bekas LRB itu. Kemudian aku menusuk lapisan di bagian atas LRB yang sudah tidak terlalu keras lagi.....dan.....bluuusss.... LRB itu menganga lagi.
Hal yang sama kuulangi pada LRB-LRB lain yang telah kubuat 1,5 tahun yang lalu. Hasilnya aku menemukan 7 lubang biopori yang bisa diisi sampah dapur lagi. Kedalamannya sama seperti 1,5 tahun yang lalu! Jadi sampah yang kumasukkan tahun lalu, saat ini telah menyusut.
Kupikir....
Sampah yang dimasukkan ke dalam LRB akan membusuk dan menyusut seiring dengan berjalannya waktu. LRB bukan mesin pembuat kompos, jadi tidak perlu memanen kompos setelah beberapa waktu. Sampah di dalam LRB akan menjadi makanan organisme di dalam tanah dan aktivitas organisme di dalam tanah akan membuat tanah di sekitarnya menjadi subur.
Kupikir....
betul, LRB bisa digunakan untuk mencegah banjir. Bila terus diisi sampah, yang merupakan makanan organisme dalam tanah, organisme dalam tanah akan aktif membuat lubang-lubang halus (biopori) di dalam tanah. Biopori inilah yang menyerap air yang masuk melalui LRB. Kalau aku bisa mengisi lubang biopori dengan air begitu banyak, tentunya air hujan juga akan diserap sama banyaknya. Seandainya setiap rumah di Jakarta ada 4 LRB saja, tentunya musim hujan tidak akan menimbulkan banjir.
Langganan:
Postingan (Atom)