Jumat, 10 Desember 2010

Belajar mengelola sampah dari Takakura lagi

Beberapa hari yang lalu, aku panen kompos lagi. Panen yang ditunda-tunda karena malas...hehehe.... Sebetulnya keranjang takakura-ku sudah dua kali penuh. Maksudnya, sudah ada 2 keranjang takakura yang kuisi dengan sampah dapurku. Berminggu-minggu kedua takakura-ku kudiamkan, tak kuisi (karena sudah penuh), tak kuaduk, tak kubuka. Sementara sampah dapur kumasukkan ke LRB-LRB biopori dan komposter yang dapat menghasilkan pupuk cair. Lalau semua "tempat sampah" itu penuh.... yah.... mau tidak mau, aku harus memanen kompos dari takakura-ku.


Kejutan! Ternyata kompos sudah jadi, tidak berbau dan bebas belatung! Rupanya dengan mendiamkannya selama 1 hingga 2 bulan setelah kompos matang, belatung-belatung raksasa, salah satu produk tambahan yang kutemukan saat panen yang lalu, menjadi mati.

Pelajaran dari keranjang takakura kemarin :
  1. Tidak perlu buru-buru memanen takakura.
  2. Buat lebih dari satu keranjang takakura untuk menambah "nutrisi" kompos berupa protein yang berasal dari belatung.
go green Indonesia!

Rabu, 27 Oktober 2010

Anilawati Nurwakhidin, calon guru yang jadi aktifis lingkungan

Jujur, tulisan bagus ini bukan karyaku. Tulislan ini adalah karya Mas Hadi di sini, disalin atas seijin pemiliknya. Mari belajar berdiet plastik dari hal-hal rutin.

Anil adalah salah satu teman lama saya semasa kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri pencetak calon guru di Bandung. Karena kecintaannya terhadap lingkungan, dan berkat dorongan dari hati untuk melakukan sesuatu untuk lingkungan, maka jadilah anil bekerja pada sebuah lembaga non profit peduli lingkungan bernama YPBB. Bersama YPBB, Anil berusaha untuk mengkampanyekan hidup organis dan berkontribusi untuk alam dengan cara tidak menambah beban sampah untuk bumi ini.

Beberapa hari yang lalu, saya kembali mengobrol dengan anil, dan topik obrolan kali ini adalah seputar minum jus dan sedotan.

Anda pasti pernah minum jus bukan? Entah di rumah, café, rumah makan, warung nasi, hingga warung pinggir jalan pasti anda pernah meminum jus. Bagaimanakah penyajian jus favorit anda? Pasti semuanya disajikan dalam gelas kemudian diberi sedotan, kan? Nah, kali ini obrolan saya dan anil adalah tentang meminum jus tanpa sedotan. Lho kok?

“Sok atuh, mau ngedongeng apa?” begitu lah jawaban Anil ketika saya menyebutkan bahwa saya ingin mengikuti lomba nokia green ambassador lagi untuk edisi maret.

Apa dong?

“mau gak, tentang kegiatan ngurangin sedotan?”

Boleh

“kalo selama ini beli jus, biasanya gimana penyajiannya”

pake gelas, dikasih sedotan

“kalo yang rada mipir-mipir pinggir jalan kumaha (gimana)? biasanya kan langsung dibungkus pakai plastik ya, gak enak kan kalau minum di pinggir jalan. Plus, malu kali ya nongkrongnya juga . atau yang sedikit kerenan, dibungkus pake gelas plastik yang ada tutupnya itu.” Anil mulai bercerita

“Nah, dulu banget sih, upaya buat ngurangin plastik, yang dilakukan adalah dengan cara mikir-mikir dulu kalau mau beli jus. Berhubung beli nya di pinggir jalan, ada dua pilihan yaitu: dibungkus atau, karena pengen kurangi (pemakaian) plastik, ya udah, nongkrong saja di warungnya si mamang penjual jus. Minta disajikan di gelas.Tapi masalahnya, para pedagang jaman sekarang kadang nggak mau repot dan agak nyusahin. Jadi karena dia nggak mau susah dan repot, dia sama sekali nggak punya stok gelas. Nah, kalau sudah begitu, aku memaksa mamangnya untuk pinjem gelas ke warung/kios sebelah, terserah dia lah, yang pasti kalau nggak dicariin gelas, mending nggak jadi beli. Dengan cara kayak gitu suka berhasil. Mungkin si mamangnya mikir daripada gak jadi beli, mending cari gelas saja.

“Nah itu cerita jaman dulu kala. Sekarang lain lagi” Anil bersemangat

Sekarang emang gimana Nil?

“Ke sini-sininya, aku terinspirasi salah satu temenku di YPBB. Nggak usah sebut nama ya, hehe. Temenku itu dulu seneng dan sering nongkrong atau makan di luar. Nah di acara nongkrong-nongkrong tersebut, dia bareng-bareng sama beberapa orang temennya yang kaya raya. Salah satu kebiasaan yang dia tularkan ke teman-temannya adalah: kalo pesen minuman, pasti dia bilang ke pelayan untuk nggak usah pakai sedotan. Awalnya, temen-temennya nggak peduli. Yang penting, makan bareng dan nongkrong-nongkrong. Tapi lama-lama, kebiasaan itu terbawa jadi semacam kebiasaan di tim nongkrong tersebut.

” Dari cerita dia, aku juga jadi tertular untuk mulai kurangi penggunaan sedotan. Yah, memang terdengar sepele sih. Cuma sedotan!!! Tapi minimal jika aku gak pake sedotan, kemungkinan menumpuknya sampah sedotan bisa berkurang. Sebab sampah sedotan itu tidak dapat dicuci atau digunakan kembali seperti halnya kresek. Seperti yang kita tau, kalo keresek boleh lah dipake ulang. Tapi sedotan pan, enggak ada yang dipake ulang. Bohong banget lah kalo ada yang sampe kayak gitu, secara nyucinya juga susah.”

Terus hubungannya sama kampanyemu apa?

“Jadi kalo kita aja bisa ngurangi sedotan, dan orang lain mau juga kurangi sedotan, harapannya berkuranglah satu jenis plastik yang harus menggunung di TPS, TPA, dll.”

Anil kemudian bertutur bahwa pada suatu kesempatan, dia bersama tim YPBB mengunjungi aceh untuk mengkampanyekan hidup organis dalam sebuah pelatihan lingkungan. Dia bercerita bahwa dia dan kawan-kawan YPBB berusaha untuk transfer nilai tentang pengurangan penggunaan sedotan ini. berdasarkan cerita Anil, dia berangkat ke aceh di akhir tahun 2009. Saat itu, dia dan kawan-kawan YPBB, jika makan di luar, selalu diantar oleh salah satu staff lokal aceh. Setiap makan itu, mereka selalu bilang untuk tidak menggunakan sedotan pada minumannya. Meskipun kadang tidak berhasil, namun Anil dkk cukup konsisten. Sang staf itu mungkin memperhatikan kebiasaan Anil dkk, karena menurut penuturan Anil, ketika kunjungan kedua ke aceh awal 2010 ini, sang staf tersebut sudah terbiasa untuk memesan minuman tanpa sedotan.

“Nah, mungkin kamu ngerasa cerita ini biasa-biasa aja kan? tapi buat ku sih, seneng. soalnya bisa mempengaruhi orang tanpa banyak cingcong. Hanya dengan nyontohin beberapa kali.” Anil berkomentar.

“Kita gak pernah cerita ke dia tentang bahaya plastik bla bla bla….” Tambahnya.

Transfer nilai yang dilakukan Anil dan kawan YPBB ternyata membuahkan hasil. Menularkan pengaruh dengan cara memberi contoh, dan ternyata itu efektif.

Selain tentang sedotan , ada pula obrolan tentang penggunaan kresek. Anil mengingatkan saya untuk tidak menggunakan kresek yang berlebihan karena pada akhirnya ketika kresek sudah menjadi sampah, akan sulit diurai oleh tanah. Butuh waktu ratusan tahun untuk mengurai satu jenis sampah plastik, dibutuhkan waktu penguraian hingga ratusan tahun. Menurut Anil, Sedotan dan kresek adalah sampah yang benar-benar dihasilkan karena kegiatan sesaat namun efeknya bisa sangat lama. Sekarang, saya sedang berusaha untuk mengikuti jejak Anil. Salah satunya dengan mengurangi penggunaan kresek pada saat berbelanja.

Sekilas apa yang menjadi obrolan saya dan Anil, tampak sederhana. Tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap alam, jika anil dan beberapa temannya tidak menggunakan sedotan. Namun, ketika apa yang dilakukan Anil dan teman-temannya diikuti oleh seribu orang, maka akan ada seribu sedotan yang tidak menumpuk menjadi sampah hasil kegiatan sesaat kita.

Semoga apa yang dicontohkan Anil, menular juga terhadap kita. Sekali lagi, kepedulian terhadap lingkungan bisa dilakukan dengan cara-cara yang sederhana seperti mengurangi penggunaan barang-barang dari plastik. Mengutip kata-kata Anil, ‘mungkin kamu ngerasa cerita ini biasa-biasa aja kan?’ tapi inilah upaya saya untuk menularkan apa yang sedang anil coba tularkan kepada saya. Semoga dengan menuliskan ini, saya jadi punya tanggung jawab lebih untuk mengurangi pemakaian plastik yang hanya akan menjadi sampah.

“Mendingan dikurangin dari awal lah. Daripada pas udah nyampah, bingung kudu diapain.” Begitu nasehat Anil menutup pembicaraan kami sore itu. (HS)

Kaki gunung man-angel, Maret 2010
go green Indonesia!

Senin, 25 Oktober 2010

Kata-kata bijak Warung Hijau - ibu bumi

Apa yang kita bakar saat ini, itulah yang kita hirup besok

Salah satu pesan yang dibawa oleh "Tur Asia Bebas Limbah Beracun" oleh kapal Greenpeace Rainbow Warrior II
go green Indonesia!

Menuju ZERO WASTE : kantong plastik kresek (KPK)

Sudah banyak yang tahu bahwa KPK lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Kalau belum tahu, bisa bertanya kepada Mbah Google. Sudah banyak yang ke pasar atau ke supermarket atau ke toko membawa tas sendiri agar dapat membawa belanjaannya tanpa menggunakan KPK pemberian penjual. Tapi tidak sedikit juga orang yang sangat berbaik hati (atau justru tidak baik hati?) memberikan sesuatu kepada kita dalam bungkusan KPK. Atau kurang cepat menolak penjual memasukkan barang dagangannya ke dalam KPK (kebetulan belanjaannya ikan, jadi kalau KPK dikembalikan ke penjual, pasti akan dibuang). Lalu, mau diapakan KPK ini? Ya digunakan lagi.

Cuci dulu KPK seperlunya. Kalau kotoran bisa hilang hanya dengan air saja, kotoran tidak perlu menggunakan sabun. Tampung air pencuci agar dapat digunakan untuk menyiram tanaman. Kalau KPK berminyak atau berbau amis, cuci dengan air lerak. Dengan sedikit air, kotoran dan pembersihnya akan terlepas dari KPK. Airnya juga aman bila disiram ke tanaman, bahkan beberapa jenis hama tanaman akan mati. Lalu dijemur. Setelah kering, KPK dapat digunakan lagi.

Selama KPK belum berlubang, artinya masih bisa dipakai untuk membawa sesuatu yang basah. Kalau sudah berlubang kecil, artinya masih bisa dipakai untuk membawa sesuatu yang padat dengan ukuran yang tidak terlalu kecil tapi tidak terlalu berat sehingga dapat memperbesar robekan. Kalau sudah robek di beberapa bagian, dan tidak memungkinkan dipergunakan lagi sebagai tas barulah bisa dipakai sebagai kantong sampah (memangnya masih ada sampah di rumah?) Bagian yang berlubang diikat dulu dengan karet gelang, supaya sampah tidak berceceran.

Ini teori. Kenyataannya, aku sendiri merasa kesulitan menangani KPK di rumah. Aku selalu membawa tas sendiri saat berbelanja dan menolak KPK dari pedagang. Yang tidak mampu kulakukan adalah menolak KPK dari orang-orang yang memberikan oleh-oleh, buah tangan, atau apalah yang demi kesopanan, dikemas dalam KPK. Kebetulan ada banyak orang di sekeliling keluarga kami yang senang bermurah hati kepada kami. Ada yang punya ide, bagaimana cara menolak KPK seperti ini tanpa menyinggung pemberinya?

Penggunaan singkatan KPK di tulisan ini semata-mata untuk mempermudah penulisan bagiku saja, tanpa maksud merendahkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang lebih dulu ada dan tentu tidak sesuai dengan pernyataan dalam kalimat pertama dalam tulisan ini. Aku sama sekali tidak menolak keberadaan KPK yang sudah ada lebih dahulu itu.




go green Indonesia!

Jumat, 15 Oktober 2010

Menuju ZERO WASTE : tisu

Di samping plastik, tisu merupakan barang murah yang dianggap higienis dan praktis karena dapat dipakai dalam keadaan bersih dan setelah itu tinggal dibuang.

Tisu hampir selalu hadir dalam setiap kegiatan menyeka saat ini. Mulai dari kegiatan rutin pada pagi hari di kamar mandi hingga makan mi tek-tek di pinggir jalan. Saat menghapus keringat di kendaran umum hingga mengeringkan tangan di wastafel. Untuk membersihkan meja di kantor maupun menghilangkan noda minyak pada kompor di dapur. Masih banyak lagi. Bahkan ada iklan yang berani mengklaim tisu mampu menggoda burung untuk menjadikannya sebagai bahan pembuat sarangnya.

Padahal ada saputangan, handuk dan lap yang sama higienisnya yang telah digunakan jauh sebelum tisu dibuat. Semuanya dapat berulang kali dicuci dan dipakai ulang tanpa perlu meninggalkan jejak karbon terlalu banyak. Apalagi kalau mencucinya menggunakan lerak yang daya bersihnya tinggi dan mengandung antiseptik alamiah serta tidak memerlukan banyak air untuk membilasnya.

Saat bepergian ke luar rumah, hanya perlu menyisihkan sedikit ruang di dalam tas untuk meletakkan 2 lembar saputangan atau handuk kecil. Satu lembar untuk menggantikan beberapa lembar tisu yang di samping wastafel dan di meja makan restoran. Saputangan yang sama dapat dipakai juga untuk menghapus keringat dan airmata. Satu lagi untuk menggantikan puluhan sentimeter tisu di kamar kecil. Ruangan yang diperlukan tidak berbeda jauh dengan ruangan yang dipakai oleh sekantong tisu yang biasa dibawa di dalam tas.

Di dapur hanya diperlukan 2 cantelan untuk menggantungkan 2 lembar lap. Satu lembar lap untuk menggantikan ribuan lembar tisu yang biasa digunakan untuk mengeringkan perabotan makanan. Satu lagi untuk menggantikan ribuan lembar tisu yang biasa digunakan untuk menghilangkan noda dan lemak di kompor dan sekitarnya. Noda dan lemak sangat mudah dibersihkan dengan lap yang dibasahi dengan larutan lerak.

Aktivitas manusia yang memerlukan penyeka pada masa kini tidak berbeda jauh dibandingkan pada masa lalu. Masih adakah lagi fungsi tisu yang tidak bisa digantikan oleh saputangan, handuk dan lap? Mengingat pengorbanan yang diberikan oleh ibu bumi kita demi pembuatan tisu, mengapa tidak kembali saja menggunakan saputangan, handuk dan lap? Dan biarkan burung membuat sarangnya secara alamiah dengan bahan yang berasal dari alam tanpa perlu merusaknya.

Mengganti tisu dengan saputangan, handuk dan lap berarti tidak ada lagi sampah penyeka.
go green Indonesia!

Kamis, 14 Oktober 2010

Menuju ZERO WASTE : silica gel

Di dalam kemasan makanan kadangkala ditemukan bungkusan kecil yang berisi butiran-butiran silica gel. Biasanya makanan yang tidak terlalu kering, sehingga kelembabannya memungkinkan pertumbuhan jamur. Penggunaan silica gel dimaksudkan untuk menjaga kelembaban ruangan dalam kemasan makanan tanpa memengaruhi kandungan di dalam makanan.

Silica gel akan menjadi barang yang tidak berguna bila digabung dengan sampah lain. Karena itu pisahkan silica gel dan kemasan dengan sampah lain. Silica gel masih dapat digunakan berulang-ulang kali tanpa batas sebagai bahan penyerap air.


Silica gel yang mengandung air berwarna merah muda atau transparan. Bila dipanaskan, molekul air akan menguap, meninggalkan silica gel yang berubah warna menjadi biru. Semakin tua warna birunya, semakin sedikit kandungan airnya. Karena itu kumpulkan silica gel, kalau jumlahnya sudah banyak, sangrailah untuk menghilangkan kandungan airnya. Kalau belum cukup banyak, usaha mendaur ulang silica gel ini justru meninggalkan jejak karbon lebih banyak dibandingkan membuangnya ke tempat sampah!

Butiran-butiran silica gel ini dapat digunakan kembali. Masukkan ke dalam kantung kain, kemudian diikat. Letakkan kantung ini di toples kerupuk atau tempat kue, maka kerupuk atau kue didalamnya akan lebih awet. Atau masukkan ke dalam lemari baju, maka jamur tidak akan hidup di dalam lemari sehingga tidak akan timbul bau apak. Lemari baju tidak lagi memerlukan kamper atau pengharum sintetis yang bisa menimbulkan reaksi alergi.
go green Indonesia!

Kamis, 24 Juni 2010

Hidup organik bersama lerak

Waktu aku masih kecil, aku pernah melihat botol berisi larutan lerak di lemari ibuku. Ibuku mengatakan lerak dipakai sebagai pengganti sabun untuk mencuci batik agar warnanya awet. Setelah agak besar, aku mendengar ada orang yang membersihkan perabotan perak dengan lerak. Saat ini aku menggunakan lerak sebagai bahan pembersih utama di rumahku.

Lerak atau rarak adalah buah berbiji yang mengandung saponin yang berfungsi sebagai pelarut kotoran karena sifat alkaloidnya. Saat ini cukup sulit mencari penjualnya di kota besar. Aku pernah melihatnya dijual di toko penjual batik dalam bentuk larutan yang dijual dengan harga yang cukup mahal. Harganya yang relatif lebih mahal dibandingkan sabun biasa, membuat lerak menjadi bahan pencuci yang eksklusif.

Dalam liburanku ke Yogya 2 bulan yang lalu, aku sengaja mencarinya di Pasar Beringharjo. Anggapanku tentang lerak sebagai bahan pencuci yang eksklusif segera pudar. Aku bisa mendapatkannya dengan harga Rp 25.000,- per kilo, mungkin bisa lebih murah kalau aku berani menawar. Sejak itu, lerak kugunakan sebagai pengganti deterjen untuk mencuci hampir seluruh pakaian. Hanya pakaian putih yang dicuci dengan sabun cair yang tidak mengandung fosfat (sayangnya masih impor) untuk menjaga keputihannya.

Ada pandangan yang harus diubah tentang mencuci. Selama ini masyarakat dibuat percaya melalui iklan-iklan deterjen, bahwa untuk mencuci diperlukan busa yang banyak. Orang merasa tidak bersih bila menggunakan sabun yang tidak mengeluarkan busa. Dengan lerak, memang mencuci menjadi berbeda. Busa hanya sedikit, tidak ada kesan licin saat mencuci. Kepuasan mencuci dengan busa yang banyak tidak akan ada bila kita menggunakan lerak.

Mencuci dengan lerak tidak akan menimbulkan efek licin seperti mencuci dengan sabun.
Sebaliknya, yang terasa adalah kesat karena sifat alkaloidnya. Itulah sebabnya tidak diperlukan banyak air untuk membilas. Dengan menggunakan lerak, pemakaian air berkurang banyak. Pertama, karena pembilasan cukup satu atau dua kali dengan jumlah air yang tidak perlu banyak. Kedua, air bekas mencuci bisa digunakan untuk menyiram tanaman di kebun. Jadi tidak perlu air lagi untuk menyiram tanaman. 2 bulan terakhir, penggunaan air PAM di rumahku berkurang 4 meter kubik.

Bila menggunakan deterjen untuk mencuci, biasanya kain menjadi kaku. Itulah sebabnya kemudian muncul larutan pelembut untuk mengimbanginya. Selain itu, bila pakaian tidak kering dalam waktu 1 hari, akan timbul bau apek. Karena itu diperlukan pewangi. Kedua bahan tambahan ini tidak diperlukan bila lerak yang dipakai untuk mencuci, karena kain tetap lembut dan tidak berbau. Satu penghematan lagi. Ini juga berarti tidak ada lagi sampah kemasan detergen, pelembut, pengharum yang terbuat dari plastik. Selain itu, jumlah bahan kimia sintetik di rumah yang berpotensi menimbulkan alergi juga berkurang.

Memang lerak mempunyai bau yang khas, namun bau ini akan hilang setelah pakaian dibilas. Pakaian yang telah dicuci, dijemur dan disetrika tidak mempunyai bau sama sekali. Untuk membuat lemari pakaian dan isinya harum, aku menggunakan minyak esensial yang diteteskan pada kantong yang berisi buah-buahan, daun-daunan dan biji-bijian kering. Untuk menjaga kekeringan di dalam lemari, aku meletakkan kantong berisi gel silica untuk menyerap kelembaban.

Selain untuk mencuci pakaian, aku juga menggunakan larutan lerak untuk membersihkan perabotan kayu dan kaca. Lerak sangat mudah melarutkan lemak, karena itu aku juga memakainya untuk membersihkan kotak-kotak plastik makanan yang biasanya sulit dibersihkan dengan sabun pencuci piring. Karena sifat pelarut lemak ini, aku juga menggunakannya untuk mencuci tangan sesudah memegang ikan, udang, ayam yang berbau amis. Dan hebatnya lagi, kulit tanganku tidak menjadi kering dan kasar setelah menggunakan lerak. Sebelum ini aku agak malas mencuci tangan karena sabun membuat kulit tanganku menjadi kering.

Lerak memang pembersih yang ampuh. Berikut ini adalah cara penggunaan lerak sebagai pembersih. Dengan memasak sekitar 20 butir lerak kering yang telah dipotong-potong dan dibuang bijinya dengan 2 liter air dan membiarkannya mendidih dalam api kecil selama 20 menit akan dihasilkan larutan inti lerak yang jernih kecoklatan setelah disaring dengan kain halus. Larutan inti ini dapat bertahan hingga 7 hari. Untuk mencuci pakaian,500 cc larutan inti lerak dicampur dengan 15 liter air. Untuk membersihkan perabotan, larutan inti dicampur dengan air dengan perbandingan 1 : 10 dan diberi 2 tetes minyak esensial dan dimasukkan ke dalam botol semprot. Untuk mengepel lantai, 50 ml larutan inti dicampur dengan 1 liter air.

Kalau dihitung-hitung, penggunaan lerak sebagai bahan pembersih serba guna ternyata menghemat pengeluaran bulanan. 1 kg lerak seharga Rp 25.000,- dapat digunakan selama lebih dari 1 bulan, menggantikan deterjen, larutan pelembut dan pengharum pakaian, pembersih kaca dan larutan pembersih lantai. Siapa bilang hidup organik itu mahal?

go green Indonesia!

Selasa, 01 Juni 2010

12 hal yang bisa anda lakukan SEKARANG

Ditulis oleh Al Gore

Pemanasan global tidak mengenal batas dan mempengaruhi kita semua. Kita masing-masing punya alat untuk membuat perbedaan. Tindakan kecil oleh miliaran orang akan membantu mengatasi krisis iklim kita. Ingin membantu menghentikan pemanasan global? Berikut ini selusin hal-hal sederhana yang dapat Anda lakukan, plus jumlah karbon dioksida yang Anda kurangi.
    1. Mengganti lampu
      Mengganti satu lampu pijar biasa dengan lampu pendar akan menghemat 150 pon (67,5 kg) karbon dioksida per tahun.

    2. Berkendara lebih sedikit
      Lebih seringlah berjalan kaki, bersepeda, atau naik angkutan umum. Anda akan menghemat satu pon (0,45 kg) karbon dioksida untuk setiap satu mil (1,6 km) yang Anda tempuh!

    3. Lakukan lebih banyak daur ulang Anda bisa menghemat 2.400 pon (1.080 kg) karbon dioksida per tahun dengan mendaur ulang hanya separuh dari sampah rumah Anda.

    4. Periksa tekanan angin ban mobil Anda
      Menjaga tekanan angin ban mobil Anda sesuai dengan kendaraan Anda dapat menghemat bahan bakar lebih dari 3%. Setiap galon (3,78 liter) bensin yang dihemat mencegah lepasnya 20 pon (9 kg) karbon dioksida ke atmosfer!

    5. Kurangi penggunaan air panas
      Perlu banyak energi untuk memanaskan air. Gunakan lebih sedikit air panas dengan memasang pancuran mandi beraliran-pelan (350 pon atau 157,5 kg karbon dioksida yang dihemat per tahun) dan mencuci pakaian Anda dalam air dingin atau hangat (500 pon atau 225 kg yang dihemat per tahun).

    6. Hindari produk yang dibungkus terlalu banyak
      Anda dapat menghemat 1.200 pon (540 kg) karbon dioksida bila Anda mengurangi sampah Anda 10%.

    7. Setel alat pengatur suhu Anda
      Dengan hanya menurunkan alat pengatur suhu ruang Anda sebesar 2 derajat pada musim dingin dan menaikkan 2 derajat di musim panas, Anda dapat menghemat 2.000 pon (900 kg) karbondioksida setahun.

    8. Tanam sebuah pohon
      Satu buah pohon akan menyerap satu ton karbon dioksida sepanjang hidupnya.

    9. Matikan peralatan elektronik
      Dengan hanya mematikan televisi, DVD player, radio, dan komputer Anda ketika Anda tidak menggunakannya akan menghemat ribuan pon karbon dioksida per tahun.

    10. Cobalah Senin Tanpa Daging
      Menghilangkan daging satu hari per minggu dapat menghemat lebih dari 35.000 galon air (132.300 liter air). Melenyapkan daging dari kebiasaan makan Anda secara total akan menghemat 5.000 lbs (2.250 kg) emisi karbon per tahun.

    11. Cabut kabel dari stop kontak
      Mencabut kabel pengering rambut, charger HP, oven roti dari stop kontak ketika tidak digunakan dapat menghemat hingga 20% penggunaan energi rumah.

    12. Sebarkan berita ini!
      Dorong teman-teman Anda untuk membeli DVD An Inconvenient Truth.

    Sumber http://www.climatec risis.net/ atau download PDF-nya di http://www.climatec risis.net/ pdf/AIT-TwelveTh ingsToDo. pdf

    go green Indonesia!
  • Senin, 10 Mei 2010

    Tips Warung Hijau : plastik (2)

    Sudah banyak yang mengetahui tentang kekuatan plastik, baik sebagai wadah maupun sebagai sampah. Ada yang menyatakan bahwa plastik baru akan hancur setelah 100 tahun. Aku agak sangsi dengan pernyataan ini. Aku mempunyai album perangko dari akhir dekade 1920-an, perangko-perangkonya dibungkus plastik yang hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda akan hancur!

    Kemudian muncul ide-ide kreatif untuk mengatasi masalah sampah plastik, misalnya :
    1. Memakai kantong kresek bekas belanja sebagai kantong penampung sampah.
    2. Melebur plastik bekas menjadi biji plastik untuk dibentuk menjadi benda plastik baru.
    3. Membuat hiasan, tas dan benda-benda lain dari plastik bekas kemasan consumer good yang agak tebal.
    4. Membuat “eco-plastic” dari singkong, jagung atau bahan organik lainnya sehingga lebih cepat hancur.

    Faktanya :

    1. Soal sampah :
    • Lebih banyak kantong kresek yang langsung dibuang setelah sekali pakai dibanding yang dimanfaatkan sebagai kantong sampah
    • Ada pabrik yang membuat kantong plastik khusus untuk sampah
    2. Soal biji plastik :
    • Pengolahan plastik bekas menjadi biji plastik meninggalkan jejak karbon yang besardan mencemari udara dengan racun dioxine
    • Hanya memperpanjang usia plastik sebelum akhirnya menjadi sampah
    3. Soal kerajinan tangan :
    • Produsen consumer goods menganggap dosa sampahnya telah berkurang karena ada yang menampung sampah kemasannya.
    • Kreativitas mengolah sampah menjadi hiasan difasilitasi oleh pabrik yang membuat bahan baku kerajinan tangan dari plastik. Akhirnya kerajinan tangan dibuat dari plastik baru, tidak lagi dari plastik bekas .
    4. Soal eco-plastik :
    • Menciptakan varian sampah baru
    • Menciptakan kebutuhan lahan baru untuk menanam bahan baku yang bukan tidak mungkin menggunduli hutan bila produksi terus meningkat

    Masalah sampah tidak teratasi, malah semakin rumit. Sampah masih ada dan makin banyak karena terus diproduksi.

    Tips :
    1. Kurangi sampah sehingga kebutuhan kantong kresek untuk menampung sampah juga berkurang. 90% sampah rumah tangga bisa dibuat kompos atau dipakai lebih lama atau didaur ulang
    2. Beli consumer goods dalam kemasan besar, sehingga jumlah kemasan yang dibuang berkurang
    3. Beralih ke bahan-bahan alami yang tidak memerlukan proses produksi berjejak karbon tinggi , tidak memerlukan kemasan dan sampahnya bisa dibuat kompos

    go green Indonesia!

    Bayar pinjaman dengan sampah

    Diambil dari Kompas cetak Senin, 10 Mei 2010 | 04:33 WIB

    Bank yang satu ini unik. Para nasabahnya boleh meminjam uang dan membayarnya dengan sampah. Tidak percaya? Datang saja ke Jalan Beting Indah, RW 09, Kelurahan Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara.

    Di sana, di atas lahan kosong berukuran sekitar 315 meter persegi berdiri Bank Sampah RW 09. Nasabahnya lumayan banyak. Berdiri empat bulan lalu, kini ada 530 nasabah. Mereka memiliki buku bank dan nomor rekening sebagaimana layaknya bank beneran.

    Namun, operasional bank yang juga menyalurkan kredit ini berbeda dengan bank-bank biasa. Para nasabah menabung dengan mengumpulkan sampah plastik, kaleng, kertas, dan kardus. Sampah-sampah itu lalu ditimbang dan dikonversikan dalam rupiah. Uang hasil penjualan sampah itu dimasukkan dalam rekening mereka masing- masing.

    Para nasabah boleh setiap saat mengambil uang tabungannya. Mereka juga boleh meminjam uang dari Bank Sampah, lalu membayarnya dengan sampah. Kredit dari bank unik ini sangat tidak memberatkan nasabah. Nasabah boleh mengembalikannya dalam jangka enam bulan tanpa agunan dan tanpa bunga sama sekali.

    Jangka waktu cukup lama karena para nasabah perlu waktu untuk mengumpulkan sampah. Jumlah nominal kredit yang boleh diambil nasabah maksimal dua kali dari saldo dalam tabungan nasabah.

    Pencetus ide Bank Sampah itu adalah Ketua RW 09 Nanang Suwardi (43). Ketika dia dipilih menjadi ketua RW, persoalan kebersihan adalah persoalan yang paling besar di wilayahnya. Sangat sulit bagi dirinya meminta warga ambil bagian dalam menjaga kebersihan. Dia berpikir, jika warga diberi manfaat ekonomi, mereka tentu mau memilah-milah sampah sebelum membuangnya.

    Kini setelah merasakan manfaat ekonomi itu, warga pun banyak yang tertarik dan menjadi sadar lingkungan. Namun, sejalan dengan hal itu, Bank Sampah pun mulai menemukan beberapa masalah. Hal itu, misalnya, kekurangan modal kerja.

    ”Sampai sekarang, modal pertama sebesar Rp 3,5 juta yang saya pinjam belum bisa saya kembalikan. Uang di bank ada, tetapi nanti kalau ada nasabah yang mau pinjam, kami tidak punya uang lagi,” katanya.

    Nanang mengaku, Bank Sampah itu beberapa kali mendapat kunjungan dari pejabat dan mendapat pujian dari berbagai pihak. ”Akan tetapi, hanya pujian dan kunjungan. Bantuan modal atau alat kerja tidak ada sama sekali,” tuturnya.

    Kenyataan ini berbalik 180 derajat dengan ambisi pemerintah setempat yang ingin mendapatkan Piala Adipura.
    go green Indonesia!

    Jumat, 07 Mei 2010

    Kata-kata bijak - ibu bumi

    Wangari Maatai :
    Kita pikir selama ini emas dan berlian adalah benda yang berharga. Kita menyebutnya mineral mulia, tapi materi yang ada di atasnyalah—yaitu tanah—yang sebenarnya paling berharga bagi umat manusia.

    Beliau adalah pemenang Nobel Perdamaian asal Kenya yang membantu perempuan-perempuan di negaranya menanam lebih dari 40 juta pohon.
    go green Indonesia!

    Kamis, 06 Mei 2010

    Tips Warung Hijau : makan mi

    Hampir semua orang suka makan mi. Makan mi paling enak menggunakan sumpit. Saat ini jarang rumah makan mi yang menyediakan sumpit logam, melamin atau kayu yang dapat dicuci untuk dipakai ulang. Konsumen juga banyak yang lebih memilih memakai sumpit kayu sekali pakai yang dikemas dalam plastik karena merasa terjamin kebersihannya.
    Ada banyak pengorbanan yang sia-sia begitu sumpit selesai digunakan lantas dibuang:
    1. Ada pohon yang harus ditebang untuk membuat sumpit
    2. Kerusakan tanah dan ekosistem di sekitar hutan akibat matinya pohon
    3. Perlu waktu puluhan tahun untuk menghasilkan pohon pengganti
    4. Proses pembuatan sumpit, pengemasan dan pendistribusian hingga sampai ke penjual mi meninggalkan jejak karbon yang sangat besar
    5. Proses pembusukan sampah sumpit yang tidak terkelola baik akan meninggalkan jejak karbon yang tinggi juga.
    6. Dan serentan pengorbanan lain yang akan muncul bila dirunut lebih jauh

    Masih tega menggunakan sumpit sekali pakai buang?

    Tips :
    Pilihlah penjual mi yang menyediakan sumpit melamin, logam atau kayu yang dapat dicuci dan dipakai ulang. Kalau penjual mi favorit tidak menyediakannya, bawa sumpit sendiri. Sumpit tidak terlalu banyak memakan tempat di dalam tas.

    go green Indonesia!

    Tips Warung Hijau : sampah (1)

    Saat kita membeli makanan, sebetulnya kita juga membeli sampah. Andainya saja kita membeli nasi rames, umumnya yang kita dapatkan adalah :
    1. Kotak Styrofoam atau karton sebagai wadah
    2. Kertas berlapis plastik atau plastik sebagai alas
    3. Kantong-kantong plastik kecil sebagai wadah lauk agar rasa masing-masing
    lauk tidak bercampur
    4. Sendok plastik
    5. Tisyu
    6. Tusuk gigi
    7. Kantong plastik pembungkus sendok, tisyu dan tusuk gigi
    8. Aluminium kemasan saus sambal
    9. Kantong kresek untuk membawa kotak makanan

    Semuanya tidak akan kita makan. Belum lagi kalau makanan ternyata harus dibuang karena kita tidak sanggup memakan seluruhnya.

    Tips :
    Bawa kotak makanan sendiri kalau mau beli makanan. Kalau makanan ini akan dimakan di luar, jangan lupa sendok garpunya. Kalau mempunyai masalah di gigi yang menyebabkan selilitan, bawa sikat gigi juga ya.

    Sudah saatnya kita yang memutuskan seberapa banyak sampah yang mau kita beli. Jangan mau diatur oleh penjual.

    go green Indonesia!

    Tips Warung Hijau : hidup organik (1)

    Sekarang banyak orang menderita asthma dan alergi. Pencetusnya umumnya adalah produk-produk sintetis yang digunakan didalam rumah, misalnya :
    1. Pengharum ruangan
    2. Kamper di lemari baju
    3. Pelembut dan pewangi cucian
    4. Pembersih lantai mengandung antiseptik
    5. Penyemprot nyamuk
    6. Pembersih kamar mandi

    Tips :
    Kenapa harus tergantung pada produk-produk pabrik yang sintetis kalau alam di sekitar kita memiliki kekayaan yang bisa dimanfaatkan? Ada minyak sereh yang bila diteteskan pada air pel dapat mengusir nyamuk. Ada minyak cengkeh yang bila diteteskan pada air pel sebagai antiseptic. Ada merica yang bila ditaburkan di lemari kayu dapat mencegah datangnya rayap. Ada lerak yang dapat dipakai sebagai pencuci serba guna, mulai dari pakaian, kaca, perabotan dapur bahkan dapat mempertahankan kelembaban kulit saat digunakan untuk membersihkan tubuh. Ada minyak-minyak esensial harum yang dapat digunakan untuk mengharumkan ruangan, lemari dan pakaian. Ada cuka dan soda kue yang dapat digunakan sebagai pembersih serba guna.
    go green Indonesia!

    Tips Warung Hijau : plastik (1)

    Tidak perlu dibahas lagi di sini, tentu sudah banyak yang mengetahui kalau kantong kresek itu tidak bersahabat dengan lingkungan. Tapi seringkali ada keadaan yang memaksa kita menerima kantong kresek, contohnya :
    1. Penjual sudah mengemas dagangannya dalam kantong kresek. Kalau kita hanya
    mengambil isinya, pasti plastik kreseknya akan dibuang oleh penjual.
    2. Ada yang memberikan barang, makanan, atau apa sajalah. Tidak sopan bukan bila
    kita mengambil isinya saja lalu mengembalikan kantong kreseknya?
    3. Kelalaian sendiri saat berbelanja lupa membawa tas, jadi terpaksa menerima
    kantong kresek.
    4. Tolong bantu ….. apa lagi ya?

    Tips : REUSE
    Setelah isi dikeluarkan, bersihkan kantong kresek, lipat rapi dan simpan di tempat yang mudah diingat agar mudah mengambilnya lagi untuk dipergunakan lagi. Pakai kantong kresek ini berkali-kali sampai keadaannya sudah tidak layak pakai, baru dimanfaatkan untuk menampung sampah. (Kalau sudah terbiasa memilah sampah, tentu kebutuhan plastik kresek untuk tempat sampah tidak terlalu banyak)


    go green Indonesia!

    Selasa, 20 April 2010

    ZERO WASTE di Kumkum

    Hari Minggu kemarin, aku dan balerinaku mampir di Museum Bank Mandiri yang sedang ramai karena ada acara Kumkum. Seperti yang dimuat dalam web yang tautannya dapat diklik di sini,
    kumkum adalah sebuah ajang kumpul-kumpul bareng berbagai komunitas, mulai dari blogger, literasi, hobi, astronomi, pencari dana, peduli anak dan peduli lingkungan, sampai pengamen dan anak jalanan.Di sini tiap komunitas bisa saling BERBAGI ide, pemikiran & inisitif untuk kemudian masing-masing dapat BERBUAT hal nyata guna menciptakan sebuah perubahan.

    Satu hal unik yang menarik bagiku adalah munculnya beberapa orang dengan rompi terbuat dari spanduk PVC bekas.Bagian yang polos (belakang spanduk)menjadi bagian luar rompi dan bertuliskan JIRO WES. Kostum yang membuat orang tertarik dan bertanya-tanya. Belakangan, baru kutahu makna tulisan tersebut. Ini adalah lafal orang Indonesia untuk slogan ZERO WASTE.

    Dalam kenyataannya, acara Kumkum ini memang menerapkan slogan ZERO WASTE. Di beberapa tempat disediakan tempat sampah yang langsung terpilah-pilah antara sampah kertas, sampah plastik, sampah yang dapat dikompos dan sampah yang tidak dapat didaur-ulang. Di setiap kotak tercantum keterangan yang sangat jelas, sehingga siapapun tidak akan ragu-ragu ke mana harus meletakkan sampahnya. Hasilnya memang tidak ada sampah yang berceceran seperti umumnya dijumpai dalam acara-acara yang dihadiri banyak orang. (Aku membandingkannya dengan tempat sampah di sebuah sekolah yang terdiri atas 3 kotak : sampah organik, sampah non-organik dan daur ulang. Sangat membingungkan dan terbukti saat aku mengintip isi kotak sampah non-organik yang berisi kotak styrofoam, kertas bercampur plastik dan nasi sisa. iseng.com...hehehe....)

    Menariknya lagi, semua pedagang makanan menyajikan makanannya dengan tempat yang tradisional : piring kaca atau melamin serta sendok garpu logam yang bisa dipakai berulang-ulang atau daun pisang yang bisa dikompos. Tidak ada piring atau kotak berbahan styrofoam maupun plastik. Begitupula sendok garpunya.

    Selain itu, jarang peserta pameran yang menyediakan brosur untuk dibagikan ke pengunjung. Bukan pelit informasi. Sebagai gantinya, mereka menyediakan daftar isian bagi pengunjung untuk menuliskan alamat emailnya. Informasi akan dikirimkan melalui email. Umumnya memang brosur-brosur akhirnya hanya menjadi sampah, bahkan seringkali tidak dibaca.

    Satu hal unik lagi, di depan tersedia counter yang menerima SAKE dan BABE (=SAMpah KEring dan BArang BEkas). Ini adalah acara ke-sekian yang pernah diselenggarakan dengan menyediakan fasilitas penampungan SAKE dan BABE. Kegiatan yang melatih masyarakat untuk memilah sampah mulai dari rumah untuk mengurangi jumlah sampah yang dikirim ke TPA.

    Yang terakhir, dalam acara ini sama sekali tidak dijumpai produk-produk konsumen yang berasal dari perusahaan-perusahaan besar. Tidak ada spanduk-spanduk sponsor acara. Yang pasti, acara ini tidak meninggalkan sampah spanduk-spanduk sponsor begitu acara selesai.

    Ternyata acara dengan peserta dan pengunjung banyak tidak harus menghasilkan banyak sampah. Memang harus ada niat dan usaha keras untuk mempersiapkannya. Bukan hanya panitia yang harus mempersiapkan diri, namun juga peserta dan pengunjung acara harus dipersiapkan dan dikondisikan untuk tidak banyak menghasilkan sampah. Sedikit berangan-angan, seandainya bazaar di gereja dapat diselenggarakan dengan konsep seperti ini....


    go green Indonesia!

    Jumat, 16 April 2010

    MENJADI KONSUMEN ORGANIK, HIDUP BERDAMAI DENGAN ALAM

    seperti yang dimuat di website GKI SURYA UTAMA

    Saat ini, makanan organik mulai banyak diminati karena alasan kesehatan tubuh. Makanan organik adalah makanan yang dihasilkan oleh pertanian atau peternakan yang tidak menggunakan pestisida, pupuk sintetis, hormon sintetis dan bahan-bahan kimia lain dalam proses produksinya. Dengan demikian produk yang dihasilkanpun bebas dari bahan-bahan kimia. Disadari atau tidak, sesungguhnya pada saat seseorang mengkonsumsi makanan organik, dia terlibat dalam usaha berdamai dengan alam.


    Penggunaan pupuk sintetis dan pestisida dalam pertanian untuk meningkatkan produksi pertanian dimulai pada saat Revolusi Hijau sekitar 40 tahun yang lalu. Pertumbuhan jumlah penduduk diikuti oleh peningkatan kebutuhan pangan. Sawah dapat menghasilkan panen 3 hingga 4 kali setahun. Satu masalah teratasi dengan penggunaan pupuk dalam pertanian.

    Kemudian muncul masalah baru. Akibat penggenjotan produksi sawah terus menerus tanpa jeda, tanah tidak mempunyai kesempatan untuk memulihkan kondisinya. Tanah tidak dapat menghentikan ketergantungannya pada pupuk sintetis. Masalah lainnya, tanaman padi yang diberi pupuk sintetis ternyata tidak tahan terhadap hama. Selain itu, program intensifikasi pertanian meniadakan produk pertanian lain yang berfungsi sebagai pengontrol hama. Untuk mengatasinya, digunaan pestisida.

    Namun ada masalah lagi. Ada perubahan pada ekosistem sawah. Tidak hanya hama tanaman padi yang mati, tetapi juga predator-predator hama padi alamiah. Sementara itu penggunaan pestisida justru melahirkan hama-hama lain yang lebih ganas.

    Pengurusan tanah, ketidakseimbangan lingkungan dan penurunan keanekaragaman hayati, ini adalah efek penggunaan pupuk sintetis dan pestisida. Pertanian dengan pupuk sintetis dan pestisida bagaikan berada di pusaran air. Hanya keberanian serta ketekunan yang mampu melepaskan petani keluar dari pusaran ini.

    Perlu waktu lama untuk memulihkan kondisi tanah dan lingkungan hidup di sekitarnya saat seorang petani memutuskan untuk beralih menjadi petani organik. Tanah yang terbiasa menerima pupuk sintetis bagaikan pengguna narkoba yang mengalami sakaw saat harus meninggalkan ketergantungannya. Untuk memulihkannya, perlu melewati beberapa kali masa tanam. Penggunaan pupuk kompos sebagai ganti pupuk sintetis menyebabkan produksi padi tidak sebanyak sebelumnya. Bulir padi yang dihasilkan juga tidak sebesar dan sebagus sebelumnya. Ini adalah pengorbanan yang harus dibayar atas kerusakan yang kadung sudah terjadi.

    Namun, penggunaan pupuk kompos menggantikan pupuk sintetis perlahan-lahan akan memulihkan kondisi tanah dan lingkungan hidup di sekitarnya. Pada titik ini, manusia berdamai dengan alam. Manusia tidak lagi mengeksploitasi tanah, tapi memberdayakannya. Memberdayakan tanah untuk menghasilkan produk secara wajar dan alamiah .

    Pilihan menjadi konsumen makanan organik akan lebih bermakna jika kita menyadari hal ini.


    go green Indonesia!

    Selasa, 13 April 2010

    Nebeng, gaya hidup ramah lingkungan

    Seperti yang dimuat pada website GKI Surya Utama

    Apa pilihan kendaraan Anda bila ke gereja? Berapa jumlah penumpang kendaraan yang Anda tumpangi bila ke gereja? Tahukah Anda bahwa pada hari Minggu ke-empat setiap bulan, 10 km dari gedung gereja kita, ada lokasi yang sama sekali bebas dari asap knalpot? Hari Minggu ke-empat setiap bulan merupakan “Car Free Day” yang perayaannya dipusatkan di jalur Senayan, Sudirman hingga silang Monas. Perayaan diet karbon dengan menu utama udara bersih, bebas polusi karena tidak satupun kendaraan bermotor melalui jalan tersebut selama 6 jam.

    Udara bersih memang perlu dirayakan karena menjadi barang mewah dan langka di kota Jakarta. Lalu, bila hanya 1 hari dalam 1 bulan masyarakat Jakarta dapat merayakan udara bersih, bukan berarti 29 hari sisanya menjadi perayaan gas polutan. Ada usaha yang perlu dilakukan untuk mengurangi emisi gas polutan. Cara termudah adalah mengurangi jumlah kendaraan bermotor. Suatu pilihan yang sangat berat tentunya mengingat mobilitas penduduk Jakarta yang sangat tinggi. Siapa yang harus memulai? Mari kita berhitung dulu.

    Jumlah penumpang yang dapat diangkut oleh sebuah bis adalah 72 orang. Jumlah penumpang yang sama memerlukan 60 buah sepeda motor atau 40 buah mobil. Sebuah bis memerlukan tempat seluas 30 meter persegi di jalan, sementara 60 buah sepeda motor memakai tempat seluas 90 meter persegi dan 40 buah mobil memakai tempat seluas 700 meter persegi. Bila emisi yang dihasilkan untuk menempuh 1 kilometer perjalanan diperbandingkan, yang paling “hemat” emisi adalah pengguna bis. Pengendara sepeda motor mengeluarkan emisi 7.5 kali lebih banyak dibanding pengguna bis. Sedangkan pengendara mobil mengelurkan emisi 15 kali lebih banyak.

    Berdasarkan data di atas, jelas bis merupakan kendaraan yang paling cocok untuk melakukan diet karbon. Namun bis sangat tidak populer di Jakarta sebagai alat transportasi karena tidak nyaman untuk ditumpangi dan jumlahnya tidak memadai untuk melayani seluruh penduduk Jakarta dan kota-kota satelitnya. Memang ada bis Trans Jakarta, yang “lumayan” nyaman namun mulai menurun juga kualitasnya akhir-akhir ini. Karena itu, kendaraan bermotor pribadi tetap menjadi pilihan sebagian besar masyarakat.

    Hingga saat ini, seluruh kendaraan bermotor masih menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Pilihan kendaraan bermotor pribadi sepertinya menggagalkan program diet karbon. Tapi masih ada peluang untuk berperan serta dalam program diet karbon. Caranya dengan mengurangi pemakaian kendaraan bermotor pribadi. Pertimbangkan lebih dahulu rencana bepergian untuk menentukan perlu tidaknya membawa kendaraan bermotor.

    Kalau jarak yang akan ditempuh tidak terlalu jauh , tidak perlu berkendaraan. Pergi ke pasar atau toko dekat rumah, dapat ditempuh dengan sepeda. Untuk menempuh jarak jauh, selain sepeda yang sekarang mulai populer, angkutan massal juga bisa menjadi pilihan. Tidak semua kondisi angkutan massal separah bis. Ada beberapa pengembang perumahan yang menyediakan angkutan massal bagi penghuninya dengan tujuan-tujuan tertentu. Angkutan-angkutan ini biasanya terawat sehingga nyaman ditumpangi.

    Pillihan lain adalah nebeng. Jumlah bahan bakar fosil yang dibakar untuk sebuah mobil dengan penumpang 1 maupun 4 orang adalah sama. Ajak anggota keluarga atau tetangga yang mempunyai tujuan searah. Saat ini ada komunitas nebeng yang komunikasinya difasilitasi oleh situs maya www.nebeng.com dengan jumlah anggota puluhan ribu orang. Komunitas ini menjalin hubungan saling membutuhkan di antara anggotanya. Hubungan antara penebeng dan yang ditebengi bukan lagi sekedar hubungan antara penumpang dan supir. Ada rasa kebersamaan dan ikatan batin di antara mereka. Nebeng bukan hal yang memalukan lagi, tapi menjadi gaya hidup ramah lingkungan.

    Jadi, kembali kepada pertanyaan di awal. Apa pilihan kendaraan Anda bila ke gereja? Tidak harus mobil pribadi. Berapa jumlah penumpang kendaraan yang Anda tumpangi bila ke gereja? Manfaatkan setiap tempat duduk agar emisi yang dihasilkan tiap penumpang makin sedikit. Berjalan kaki, bersepeda, atau nebeng….kenapa tidak?



    go green Indonesia!

    Selasa, 23 Februari 2010

    JEMBATAN PENYEBERANGAN DI DEPAN BALAI SIDANG


    Dalam hierarkhi pengguna jalan, pejalan kaki seharusnya berada di tingkat teratas ditinjau dari segi ekonomi, keseimbangan sosial dan pencemaran lingkungan. Dalam kenyataannya, sarana bagi pejalan kaki masih jauh dari memadai. Salah satunya adalah jembatan penyeberangan di depan rumah rakyat ini. Nampak kokoh. Yakin? Mari kita perhatikan lebih seksama.








    Anak-anak tangga inilah yang harus dititi sewaktu menaiki dan menuruni jembatan penyeberangan. Beton sudah mengelupas. Air menggenang.











    Kalau hanya satu-dua anak tangga yang terkelupas betonnya, pejalan kaki masih dapat sedikit berakrobat. Namun coba cari... bagian mana yang masih kuat di injak dan bebas genangan air?










    Lalu.... nikmatilah berjalan di udara terbuka, sungguh-sungguh terbuka. Kanopi jembatan sudah hilang. Inilah yang dirasakan oleh pejalan kaki : berpanas-panas di bawah terik matahari atau berbasah kuyub di bawah siraman air hujan .....







    Terakhir..... hati-hati saat berakrobat mencari anak tangga yang aman. Pagar sudah hilang... jangan sampai terjun bebas gara-gara melompat terlalu jauh.




    Pejalan kaki di Indonesia memang belum bisa menduduki hierarkhi sesungguhnya, karena masih dianggap warga kelas ke-sekian.
    go green Indonesia!

    Jumat, 15 Januari 2010

    TAKAKURA, SARANA BELAJAR TENTANG SAMPAH



    Sudah 2 kali aku melakukan panen kompos dari keranjang Takakura-ku. Setelah beberapa bulan bergaul dengan Takakura, aku mendapat beberapa pelajaran tentang sampah. Berikut ini adalah kesaksianku mengolah sampah dengan keranjang Takakura.

    Proses pembusukan

    Proses pembusukan sampah dalam keranjang Takakura berlangsung cepat, karena bercampur dengan starter yang jumlahnya lebih banyak dibanding jumlah sampah. Bahan-bahan yang tidak terlalu keras seperti kulit pisang atau papaya dapat membusuk dalam 1 hari. Bahan-bahan lain yang lebih keras membusuk sekitar 2 sampai 3 hari setelah dimasukkan.

    Yang menjadi petunjuk terjadinya proses pembusukan adalah udara yang terasa hangat di atas tumpukan sampah pada saat keranjang dibuka. Bila terlalu basah, biasanya tidak terasa hangat. Untuk mengatasinya cukup dengan menambahkan sekam atau serutan kayu ke dalam sampah. Untungnya, hingga saat ini aku masih bisa mendapatkan sekam gratis dari pedagang telur di pasar.

    Karena berbentuk keranjang, lubang-lubang yang ada memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang baik di dalam keranjang. Banyak oksigen yang masuk, sehingga bakteri pembusuk yang hidup di dalamnya adalah bakteri aerob (bakteri yang hidup dalam lingkungan yang mengandung oksigen). Bakteri aerob tidak menimbulkan bau, sehingga sampah yang membusuk tidak mengeluarkan bau. Tidak cukup dengan mengandalkan lubang-lubang di keranjang, sampah di dalamnyapun harus diaduk-aduk setiap hari supaya udara dapat masuk ke bagian bawah.

    Perawatan keranjang

    Saat jumlah sampah yang dimasukkan ke dalam keranjang semakin banyak, kadangkala kelembaban sulit terkontrol, terutama di bagian bawah. Hal ini disebabkan karena sekop pangaduk tidak dapat mencapai dasar kardus, padahal salah satu sifat air adalah mencari tempat yang lebih rendah. Aku menyimpulkan , pada kondisi inilah bantalan sekam menjalankan perannya, yaitu menyerap tetesan air. Karena itu bantalan sekam tidak boleh tanggung-tanggung kepadatannya. Makin jarang isinya, makin cepat kardus harus diganti. Kalau bantalan sekam sudah jenuh air, maka air yang berwarna kecoklatan menetes ke bawah keranjang. Entah ada hubungannya atau tidak, pada saat yang bersamaan mulai banyak semut yang menghampiri keranjang. Selain itu, kardus yang dipakai untuk wadah sampah menjadi basah dan lama kelamaan hancur. Inilah tanda bagiku untuk memanen kompos dan mengganti kardus. Membiarkan kondisi seperti ini lebih lama lagi akan membuat keranjang Takakura tak ada bedanya dengan tempat sampah biasa yang menumpuk ketika tukang sampah libur beberapa hari.

    Produk tambahan

    Ada produk tambahan selain pupuk kompos yang dihasilkan dalam keranjang Takakura, yaitu belatung. Menurutku, hal ini tidak terhindarkan, karena lalat-lalat kecil dapat masuk melalui lubang-lubang keranjang. Selain itu, sampah sudah mengandung telur-telur serangga sebelum dimasukkan ke dalam keranjang. Panas yang ditimbulkan dalam proses pembusukan tidak cukup tinggi untuk mematikan belatung-belatung ini.
    Karena berada di lumbung makanan, belatung-belatung ini dapat tumbuh menjadi sangat besar, hingga mencapai ukuran 1,5 cm atau 2 cm. Ada juga yang sudah bermetamorfosis menjadi lalat bongsor. Mungkin karena pertumbuhan yang tidak normal, untungnya, lalat-lalat ini tidak mampu terbang bahkan setelah berjalan beberapa sentimeter, langsung mati. Aku menyiasati belatung-belatung ini dengan cara memasukkan panenan kompos ke dalam kantung plastik dan mengikatnya erat-erat selama beberapa hari , sebelum dijemur. Akibatnya belatung-belatung menjadi teler dan mudah dimatikan, bahkan ada yang mati sendiri. Mayat-mayat belatung kucampurkan ke dalam pupuk dan menjadi sumber zat hara tersendiri bagi kompos.

    Produk tambahan lain adalah gulma. Dulu aku mengira biji-biji melon akan membusuk dan mati bila dimasukkan ke dalam keranjang. Ternyata tidak. Begitu dipanen, sebagian kompos langsung kumasukkan ke dalam pot-pot adeniumku. Dalam beberapa hari, muncul kecambah-kecambah di pot-pot tersebut. Rupanya biji-biji melon itu masih hidup. Selanjutnya aku tidak lagi memasukkan biji melon dan biji buah lain ke dalam keranjang.

    Tidak seperti yang ada di teori, keranjang Takakura di rumahku tidak bisa menunggu hingga 3 bulan untuk dipanen. Sekitar 2 bulan, keranjang sudah penuh atau kardus sudah hancur karena basah. Sebentar lagi aku akan melakukan panen kompos ketiga, sementara hasil panen yang lalu belum bisa disimpan di tempat yang rapat karena masih basah. Saat ini masih musim hujan, jarang ada kesempatan untuk menjemur kompos hingga benar-benar kering. Ada yang butuh kompos?


    go green Indonesia!

    DIET RENDAH KARBON

    Sudah banyak orang mengenal istilah diet rendah kalori, diet rendah lemak , diet rendah gula maupun diet tinggi serat dan menjadikannya sebagai gaya hidup sehatnya. Semuanya merujuk pada pola makan sehat untuk menghindari penyakit-penyakit degeneratif. Bagaimana dengan diet rendah karbon? Mudah-mudahan tulisan ini memberi insipasi untuk memilih diet rendah karbon sebagai salah satu gaya hidup untuk menciptakan lingkungan sehat yang akan diwariskan kepada anak-cucu.

    Berbeda dengan diet-diet yang disebut di awal tulisan ini, diet rendah karbon bukanlah diet yang dibuat dengan menghitung unsur-unsur nutrisi yang masuk ke dalam tubuh kita. Yang dihitung dalam diet rendah karbon adalah emisi gas rumah kaca yang kita hasilkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap karbon yang dikeluarkan menciptakan jejak karbon. Keberhasilan diet rendah karbon dilihat dari makin kecilnya jejak karbon yang kita buat. Umumnya, jejak karbon dihasilkan oleh semua proses yang menggunakan bahan bakar fosil. Termasuk di antaranya adalah bensin, solar, batubara, elpiji.

    Hal sederhana yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan alat transportasi. Hingga saat ini, seluruh kendaraan bermotor di Indonesia masih menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Pertimbangkan lebih dahulu rencana bepergian untuk menentukan perlu tidaknya membawa kendaraan bermotor. Ada pilihan-pilihan sarana transportasi lain selain membawa sendiri kendaraan bermotor. Berjalan kaki adalah salah satunya dan sama sekali tidak meninggalkan jejak karbon.
    Hal sederhana lain adalah penggunaan listrik. Hampir 70% listrik di Indonesia masih bersumber dari bahan bakar fosil (batu bara dan minyak bumi). Karena itu penggunaan alat listrik yang bijaksana bukan hanya mengirit biaya bulanan, tapi juga mengurangi jejak karbon.

    Bila dirunut lebih jauh, hampir seluruh proses hidup yang kita jalani meninggalkan jejak karbon. Mulai saja dari menu yang tersedia di meja makan. Nasi yang menjadi bahan pokok berasal dari pertanian, yang lokasinya bisa saja puluhan kilometer dari tempat kita tinggal dan untuk mengangkutnya memerlukan bahan bakar fosil. Pertanian memerlukan pupuk yang diproduksi oleh pabrik yang berlokasi puluhan kilometer juga. Diperlukan bahan bakar fosil untuk mengoperasikan pabrik pupuk dan mengangkut pupuk ke lokasi pertanian.

    Demikian pula halnya proses produksi sayur mayur dan buah-buahan. Pilihan beras, sayur dan buah organik yang dihasilkan oleh pertanian yang berlokasi tidak jauh tentu mereduksi cukup banyak jejak karbon. Pertanian organik tidak tergantung pada keberadaan pabrik pupuk sintetis. Penggunaan beras, sayur dan buah lokal juga mengurangi jejak karbon karena tidak diperlukan alat transportasi yang mengangkutnya.
    Bergeser sedikit, ke kamar mandi. Kebiasaan penggunaan pemanas air listrik maupun gas untuk mandi perlu dipikir ulang. Hidup di negara tropis sebetulnya telah membuat air cukup hangat untuk mandi orang sehat. Alangkah mubazirnya penggunaan pemanas air yang listriknya terus dalam posisi “stand-by”.

    Masih di tempat yang sama, liriklah tempat tissue. Saat ini “toilet tissue” umumnya menjadi salah satu pengisi daftar belanja bulanan. Tissue terbuat dari bubur kertas yang dihasilkan dari batang-batang pohon yang ditebang. Deforestasi mengurangi daya serap karbon yang ada di udara, sementara emisi karbon terus meningkat. Jejak karbon tak terhapuskan. Penggunaan handuk berbahan katun yang dapat dicuci dan dipakai ulang tentu lebih bijaksana.

    Kalau mau diteruskan, tulisan ini tentunya akan menjadi tulisan nyinyir yang seolah-olah menyesali modernitas. Bukan itu maksud tulisan ini dibuat, tapi untuk mengajak “berpikir global, bertindak lokal”. Hal-hal kecil yang menjadi pilihan kita sesungguhnya berpengaruh secara global bila dilakukan secara massal. Masalah global sekarang ini adalah peningkatan suhu rata-rata bumi. Mari bersama-sama melakukan hal-hal kecil dengan lebih bijak.

    Kearifan suku Amungme di Papua Barat yang menjadikan tanah sebagai ibu kandung mereka bisa menjadi sumber inspirasi kita. Ibu Bumi saat ini sudah tua dan sedang sakit parah, nyaris sekarat. Seluruh sumber daya yang dikandungnya dieksploitasi anak-anaknya yang hidup di sekujur tubuhnya. Nafasnya sesak karena emisi yang dihasilkan anak-anaknya memenuhi atmosfernya. Tubuhnya mengering dan kepanasan karena lapisan tabir surya yang meliputi tubuhnya berlubang. Kalau masih ada cinta kepada Ibu Bumi, ibu kita semua, mari kita menjalani diet rendah karbon agar Ibu Bumi tidak makin menderita di akhir hidupnya. Diet rendah karbon bagi kesehatan Ibu Bumi.

    go green Indonesia!