Jumat, 15 Januari 2010

DIET RENDAH KARBON

Sudah banyak orang mengenal istilah diet rendah kalori, diet rendah lemak , diet rendah gula maupun diet tinggi serat dan menjadikannya sebagai gaya hidup sehatnya. Semuanya merujuk pada pola makan sehat untuk menghindari penyakit-penyakit degeneratif. Bagaimana dengan diet rendah karbon? Mudah-mudahan tulisan ini memberi insipasi untuk memilih diet rendah karbon sebagai salah satu gaya hidup untuk menciptakan lingkungan sehat yang akan diwariskan kepada anak-cucu.

Berbeda dengan diet-diet yang disebut di awal tulisan ini, diet rendah karbon bukanlah diet yang dibuat dengan menghitung unsur-unsur nutrisi yang masuk ke dalam tubuh kita. Yang dihitung dalam diet rendah karbon adalah emisi gas rumah kaca yang kita hasilkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap karbon yang dikeluarkan menciptakan jejak karbon. Keberhasilan diet rendah karbon dilihat dari makin kecilnya jejak karbon yang kita buat. Umumnya, jejak karbon dihasilkan oleh semua proses yang menggunakan bahan bakar fosil. Termasuk di antaranya adalah bensin, solar, batubara, elpiji.

Hal sederhana yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan alat transportasi. Hingga saat ini, seluruh kendaraan bermotor di Indonesia masih menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Pertimbangkan lebih dahulu rencana bepergian untuk menentukan perlu tidaknya membawa kendaraan bermotor. Ada pilihan-pilihan sarana transportasi lain selain membawa sendiri kendaraan bermotor. Berjalan kaki adalah salah satunya dan sama sekali tidak meninggalkan jejak karbon.
Hal sederhana lain adalah penggunaan listrik. Hampir 70% listrik di Indonesia masih bersumber dari bahan bakar fosil (batu bara dan minyak bumi). Karena itu penggunaan alat listrik yang bijaksana bukan hanya mengirit biaya bulanan, tapi juga mengurangi jejak karbon.

Bila dirunut lebih jauh, hampir seluruh proses hidup yang kita jalani meninggalkan jejak karbon. Mulai saja dari menu yang tersedia di meja makan. Nasi yang menjadi bahan pokok berasal dari pertanian, yang lokasinya bisa saja puluhan kilometer dari tempat kita tinggal dan untuk mengangkutnya memerlukan bahan bakar fosil. Pertanian memerlukan pupuk yang diproduksi oleh pabrik yang berlokasi puluhan kilometer juga. Diperlukan bahan bakar fosil untuk mengoperasikan pabrik pupuk dan mengangkut pupuk ke lokasi pertanian.

Demikian pula halnya proses produksi sayur mayur dan buah-buahan. Pilihan beras, sayur dan buah organik yang dihasilkan oleh pertanian yang berlokasi tidak jauh tentu mereduksi cukup banyak jejak karbon. Pertanian organik tidak tergantung pada keberadaan pabrik pupuk sintetis. Penggunaan beras, sayur dan buah lokal juga mengurangi jejak karbon karena tidak diperlukan alat transportasi yang mengangkutnya.
Bergeser sedikit, ke kamar mandi. Kebiasaan penggunaan pemanas air listrik maupun gas untuk mandi perlu dipikir ulang. Hidup di negara tropis sebetulnya telah membuat air cukup hangat untuk mandi orang sehat. Alangkah mubazirnya penggunaan pemanas air yang listriknya terus dalam posisi “stand-by”.

Masih di tempat yang sama, liriklah tempat tissue. Saat ini “toilet tissue” umumnya menjadi salah satu pengisi daftar belanja bulanan. Tissue terbuat dari bubur kertas yang dihasilkan dari batang-batang pohon yang ditebang. Deforestasi mengurangi daya serap karbon yang ada di udara, sementara emisi karbon terus meningkat. Jejak karbon tak terhapuskan. Penggunaan handuk berbahan katun yang dapat dicuci dan dipakai ulang tentu lebih bijaksana.

Kalau mau diteruskan, tulisan ini tentunya akan menjadi tulisan nyinyir yang seolah-olah menyesali modernitas. Bukan itu maksud tulisan ini dibuat, tapi untuk mengajak “berpikir global, bertindak lokal”. Hal-hal kecil yang menjadi pilihan kita sesungguhnya berpengaruh secara global bila dilakukan secara massal. Masalah global sekarang ini adalah peningkatan suhu rata-rata bumi. Mari bersama-sama melakukan hal-hal kecil dengan lebih bijak.

Kearifan suku Amungme di Papua Barat yang menjadikan tanah sebagai ibu kandung mereka bisa menjadi sumber inspirasi kita. Ibu Bumi saat ini sudah tua dan sedang sakit parah, nyaris sekarat. Seluruh sumber daya yang dikandungnya dieksploitasi anak-anaknya yang hidup di sekujur tubuhnya. Nafasnya sesak karena emisi yang dihasilkan anak-anaknya memenuhi atmosfernya. Tubuhnya mengering dan kepanasan karena lapisan tabir surya yang meliputi tubuhnya berlubang. Kalau masih ada cinta kepada Ibu Bumi, ibu kita semua, mari kita menjalani diet rendah karbon agar Ibu Bumi tidak makin menderita di akhir hidupnya. Diet rendah karbon bagi kesehatan Ibu Bumi.

go green Indonesia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar di sini