Kulit pisang mungkin salah satu jenis pengisi tempat sampah rumah tangga kita hari ini. Bersama batang dan akar bayam, bonggol jagung, tulang ayam, kulit ari bawang dan nasi basi sisa semalam, kantung plastik sampah sudah penuh. Kantung plastik kemudian diikat dengan rapi supaya tidak ada yang tercecer dan dibawa ke bak sampah di depan rumah. Selesai! Hari ini rumah sudah bersih dari sampah. Setelah itu adalah bagian petugas kebersihan.
Demikian cara berpikir kita selama ini. Dan kita merasa tidak ada masalah yang muncul setelah itu. Masalah hanya muncul satu kali dalam setahun, yaitu saat petugas kebersihan cuti lebaran. Sampah yang menumpuk di bak sampah mulai mengeluarkan bau tidak sedap. Eh… bukan satu kali….. rupanya ada masalah lain. Masalah gara-gara si Bleki, anjing tetangga mengorek-ngorek bak sampah. Duh! Sampah jadi berantakan di jalan!
Lalu bagaimana dengan hujan deras selama 15 menit yang menimbulkan banjir gara-gara saluran tersumbat sampah? Masih ingat tumpukan sampah di Leuwigajah yang longsor beberapa tahun yang lalu? Tentang penyakit gatal-gatal penduduk di sekitar TPA Bantar Gebang? Semuanya berawal dari sampah rumah tangga.
Mengeluarkan sampah dari rumah kita bukan berarti masalah sampah selesai. Beberapa masalah di atas hanyalah beberapa masalah sampah yang nyata. Masalah yang sebetulnya berawal dari masalah dari rumah kita. Artinya kalau kita bisa menyelesaikan masalah sampah sendiri di rumah, kita memperkecil munculnya masalah-masalah di atas.

Karena sifatnya yang dapat hancur sendiri di alam, kita dapat mengembalikannya sendiri ke alam, bukan membuangnya ke bak sampah. Dengan memasukkannya ke dalam lubang resapan biopori atau mengolahnya menjadi kompos dalam keranjang takakura, kita telah mengurangi 70% sampah kita. Artinya, kalau biasanya setiap hari kita menciptakan 1 kantong sampah, dengan mengolah sendiri sampah organik kita, sampah kita berkurang menjadi 1 kantong dalam 3 hari.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Ibu Sud, pencipta banyak lagu-lagu anak yang indah dan edukatif, ada baiknya kita melupakan salah satu lagunya : KERANJANG SAMPAH
bila kumakan pisang tidak dengan kulitnya
kulit kulempar k’ranjang
k’ranjang apa namanya?
k’ranjang sampah namanya
agar anak-anak kita tidak lagi dibiasakan membuang kulit pisang ke keranjang sampah, tapi mengembalikannya ke bumi.

mel, ternyata minat kita sama ya, kunjungi aku...aku ngelink blogmu ya...
BalasHapusHai, Monda... oke-oke aja mau ngelink. Tadi aku dah liat sepintas blogmu. Rame juga ya. Nanti kalo sempet aku mau baca semuanya.
BalasHapusMeskipun sampah organik, anak2 kan tetap harus buang ke keranjang sampah.. masak langsung ke bumi?? Kalo lagi di tempat umum kan bisa dimarahin pengatur kebersihan... :)
BalasHapusSeandainya keranjang sampah bisa di-beda2-kan menurut jenis sampahnya, lagu itu nggak usah dilarang, diganti aja sedikit:
Kulit kulempar k'ranjang
Kranjang sampah organik..
Hehe... istilah kembalikan ke bumi itu bukan dalam pengertian hurufiah. Sebetulnya ada kalimat yang diwakilkan dalam foto kulit pisang dalam mangkok. Maksudnya, kulit pisang jangan dibuang, tapi dipotong-potong kecil dan ditampung di mangkok dulu sebelum nantinya dikembalikan ke bumi, dengan memasukkannya ke LRB atau mengolahnya enjadi kompos.
BalasHapussoal lagu.... ga berani ah ganti-ganti syair lagu Ibu Soed...