Diambil dari Kompas cetak Senin, 10 Mei 2010 | 04:33 WIB
Bank yang satu ini unik. Para nasabahnya boleh meminjam uang dan membayarnya dengan sampah. Tidak percaya? Datang saja ke Jalan Beting Indah, RW 09, Kelurahan Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara.
Di sana, di atas lahan kosong berukuran sekitar 315 meter persegi berdiri Bank Sampah RW 09. Nasabahnya lumayan banyak. Berdiri empat bulan lalu, kini ada 530 nasabah. Mereka memiliki buku bank dan nomor rekening sebagaimana layaknya bank beneran.
Namun, operasional bank yang juga menyalurkan kredit ini berbeda dengan bank-bank biasa. Para nasabah menabung dengan mengumpulkan sampah plastik, kaleng, kertas, dan kardus. Sampah-sampah itu lalu ditimbang dan dikonversikan dalam rupiah. Uang hasil penjualan sampah itu dimasukkan dalam rekening mereka masing- masing.
Para nasabah boleh setiap saat mengambil uang tabungannya. Mereka juga boleh meminjam uang dari Bank Sampah, lalu membayarnya dengan sampah. Kredit dari bank unik ini sangat tidak memberatkan nasabah. Nasabah boleh mengembalikannya dalam jangka enam bulan tanpa agunan dan tanpa bunga sama sekali.
Jangka waktu cukup lama karena para nasabah perlu waktu untuk mengumpulkan sampah. Jumlah nominal kredit yang boleh diambil nasabah maksimal dua kali dari saldo dalam tabungan nasabah.
Pencetus ide Bank Sampah itu adalah Ketua RW 09 Nanang Suwardi (43). Ketika dia dipilih menjadi ketua RW, persoalan kebersihan adalah persoalan yang paling besar di wilayahnya. Sangat sulit bagi dirinya meminta warga ambil bagian dalam menjaga kebersihan. Dia berpikir, jika warga diberi manfaat ekonomi, mereka tentu mau memilah-milah sampah sebelum membuangnya.
Kini setelah merasakan manfaat ekonomi itu, warga pun banyak yang tertarik dan menjadi sadar lingkungan. Namun, sejalan dengan hal itu, Bank Sampah pun mulai menemukan beberapa masalah. Hal itu, misalnya, kekurangan modal kerja.
”Sampai sekarang, modal pertama sebesar Rp 3,5 juta yang saya pinjam belum bisa saya kembalikan. Uang di bank ada, tetapi nanti kalau ada nasabah yang mau pinjam, kami tidak punya uang lagi,” katanya.
Nanang mengaku, Bank Sampah itu beberapa kali mendapat kunjungan dari pejabat dan mendapat pujian dari berbagai pihak. ”Akan tetapi, hanya pujian dan kunjungan. Bantuan modal atau alat kerja tidak ada sama sekali,” tuturnya.
Kenyataan ini berbalik 180 derajat dengan ambisi pemerintah setempat yang ingin mendapatkan Piala Adipura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan komentar di sini